Tahu
jenglot, kan? Figur manusia yang hanya seukuran 10-12 cm, konon fosil
orang berilmu tinggi yang menyusut dan memiliki kekuatan magis. Di
Amerika Selatan juga ada legenda serupa. Namun, hanya bagian kepala yang
dibuat menyusut dan bila jenglot belum bisa dibuktikan secara ilmiah,
sebaliknya kepala menyusut di Amerika ada proses yang dapat dijelaskan.
wikipedia.org
Kepala menyusut, atau shrunked
head awalnya menjadi mitos yang sangat menakutkan di kawasan Amerika.
Dulu, para penjelajah di kawasan Barat Amerika ngeri bila harus bertemu
dengan suku Indian karena dua hal: kepala yang dikuliti (scalp) dan
kepala yang dibuat kecil hingga seukuran bola tenis atau lebih kecil
lagi.
Walau tidak semua suku Indian
mempraktekan aksi brutal tersebut, biasanya legenda soal shrunked head
menyebar di daerah Amerika Selatan, tepatnya di hutan hujan Amazon. Di
tempat ini terdapat suku Shuar, Achuar, Huambisa, dan Aguaruna yang suka
memburu kepala manusia untuk disusutkan. Mereka menyebutnya Tsansa
(tzantza).
cracked.com
Nah, dalam edisi terbaru jurnal
Archaeological and Anthropoligcal Sciences, para peneliti telah
menganalisa bukti DNA yang mengungkapkan kisah legenda suku pemburu
kepala di Amazon memang nyata.
Suku-suku tersebut membuat kepala
jadi mengecil tidak dengan cara magis, tetapi dengan menghilangkan
tengkorak dari kepala (setelah memenggal kepala musuh). Sayatan dibuat
di bagian belakang leher dan semua kulit dan daging akan dihapus dari
tempurung kepala. Biji merah ditempatkan di bawah kelopak mata dan
kelopak mata yang dijahit tertutup.
Lalu bola kayu akan ditempatkan
sebagai pengganti tengkorak untuk membentuk kepala 'baru' yang lebih
kecil. Daging tersebut kemudian direbus dalam air yang telah diisi
dengan sejumlah jamu yang mengandung tanin.
"Setelah dipenggal, kepala musuh
dengan teliti diciutkan melalui proses perebusan dan pemanasan dalam
perayaan spiritual. Ini bertujuan agar roh jahat musuh terkunci. Proses
ini juga untuk melindungi pembunuhnya dari balas dendam roh musuh,"
papar Gila Kahila Bar-Gal, penulis penelitian kepada Discovery News.
unmuseum.org
Konon, praktek tsansa ini
memiliki makna keagamaan. Menyusutkan kepala musuh diyakini bisa
mengambil semangat (spirit) si korban dan memaksanya melayani sang
pemilik kepala. Hal ini juga untuk mencegah jiwa korban membalas
kematiannya.
Penguasaan orang kulit putih di
Amerika sempat menambah buruk perlakuan biadab ini. Orang kulit putih
ternyata gemar mengoleksi tsansa, sehingga banyak praktek jual-beli
tsansa. Dilaporkan, di tahun 1930-an harga sebuahtsansa hanya dibandrol
25 dollar saja.
Meningkatnya permintaan pasar
juga membuat beberapa orang di Panama dan Kolombia membuat tsansa palsu.
Mereka menggunakan mayat dari rumah duka atau kepala monyet. Seorang
peneliti, Kate Duncan sempat menulis, "Diperkirakan bahwa sekitar 80
persen dari tsantsa di tangan swasta dan museum yang palsu."
Untungnya pemerintah Peru dan Ekuador telah melarang praktek ini.
Sumber:
No comments:
Post a Comment